liat judulnya asa inget tugas matkul kajian budaya yang dilakukan oleh sebagian teman-teman saya (ha ha)
tapi…. tidak salah dong ya kalau dibahas oleh saya juga. =))
sedikit membahas soal Konsumtif.
kalau berdasarkan kamus KBBI……
kemudian saya menemukan arti dari satu kata yang akhir-akhir ini cukup mengganjal di benak saya. ternyata di KBBI juga ada artinya.
Oke, cukup jelas lah ya persamaan dari kedua kata tersebut apa? Kalau ditarik simpulan sederhananya, konsumsi secara berlebihan.
Saat ini, banyak sekali kegiatan yang sebenarnya mengarah ke gaya hidup konsumtif. Contoh sifat konsumtif yang ada di diri saya dulu deh. Karena saya tukang makan, kalau lagi lapar kadang gak bisa menahan hasrat untuk ngemil. iya ngemil. Terus kalau misalnya lagi belanja ke supermarket sendirian, kalau menemukan makanan yang aneh dan kemasannya menarik, saya selalu tergoda untuk membelinya (dan sayangnya, pada akhirnya saya beli juga). yap. . saya boros kalau soal makanan. Ada kepuasan tersendiri ketika bisa membeli barang tersebut. masalahnya, karena yang saya beli biasanya cemilan dan harganya yah paling 1.000, 2.000, tapi paling mahal ya 10.000, jadinya si pengeluaran itu ga terlalu kerasa tapi tau-tau uangnya abis. huhu boros sekali~
Contoh yang paling mudah ditemukan dan cukup mudah buat dianalisis (tanpa riset mendalam) di kota saya sih: nangkring/hangout bareng teman di cafe atau gerai makanan yang memiliki tema atau dekorasi yang tidak biasa. Kegiatan semacam ini sebenarnya kalau dilakukan sesekali ya tidak apa-apa, tapi kalau terlalu sering? Duh, isi dompet masygul juga.
catatan: saya mendapatkan ide menulis ini dari postingan teman saya untuk tugas ujian semester matkul kajian budaya di instagram dan berkaitan dengan makanan juga.
Mengapa saya pilih contohnya tempat makan? Di kota saya tinggal, sejak dulu memang sudah terkenal dengan kuliner yang enak dengan harga terjangkau, tapi dengan terjadinya inflasi ekonomi dan makin banyak tempat yang sejenis menjamur di sini, hem rasanya menarik juga untuk diamati. Selain itu, saya memang suka makan sih ya (meski agak jarang kalau buat makan cantik di luar), jadi…. he he he.
Pertama, Soal dekorasi tempat dulu deh.
Kalau yang saya perhatikan, tempat makan kekinian itu banyak yang menawarkan suasana di dalam kafenya itu sendiri. konsepnya bisa city view (ini tempat makan yang ada di daerah agak atas), dekorasi-dekorasi yang bertema misalnya Korea, Jepang, kebarat-baratan. adanya hand lettering yang berisi quotes isinya entah berupa ungkapan kegalauan hati, pemicu semangat, atau yang bisa memotivasi kamu untuk hidup lebih baik. Ada juga yang memiliki konsep semacam galeri plus tempat makan, makan di kolam (yap seriusan ada, meski ga pernah ke sana 😅), pokoknya nuansa tempatnya itu yang pasti kekinian. jadi yang mereka jual adalah suasananya.
Kedua. Menu.
Menu makanan yang sebenarnya ditawarkan itu ya… masih itu-itu juga. meski saya jarang ke tempat semacam ini, tapi kalau lihat menunya yaaaa rasanya antara satu tempat makan dengan tempat makan yang lain gak jauh beda. Harganya juga beragam. Ada yang murah, ada yang kadang harganya emang selangit, tapi rasanya hampir sama (meski ada yang memang enak juga). biasanya nih ya, kalau di tempat makan yang menjual dekorasi atau suasana, setidaknya ada menu steak, pasta, kentang goreng, dan nasi. Minumannya yang pasti beragam jenis teh dan kopi. yang membedakan adalah tata letak makanan dan bahan yang digunakan. Kalau di tempat makan yang agak mahal, tata letak makanan benar-benar bisa mempengaruhi selera makan, padahal kadang ada aja porsinya yang sebenarnya mirip dengan tempat makan yang harganya sedikit lebih murah. Mirisnya kalau misalnya makanannya mahal tapi rasa tidak sesuai harga, duh… paiiiit paiiiiit

tapi kadang emang ada yang beneran unik kok menunya.
Ketiga, lokasi.
sadar gak sih, biasanya lokasi antara tempat makan gaul itu berdekatan satu sama lain. kalaupun gak bersebelahan atau berseberangan macam minimarket I dan A, yah setidaknya masih berada di satu wilayah yang sama.
Heng….
keempat. fasilitas.
sekarang kan banyak yang pake ponsel cerdas (meski penggunanya kadang ada yang gak cerdas 😛). kalau baterainya penuh ya gak masalah. baterai abis, gak bawa powerbank? butuh charger lah. kuota kere tapi pengen tetap eksis di sosial media? wifi! gratis? iya lah kan saya kere (ceritanya). wifi dan charger.
selain itu kadang ada juga yang menyediakan permainan kartu, jenga, atau permainan papan lainnya yang disediakan sebagai sarana untuk menunggu makanan tiba. ada juga yang menyediakan lapak buat menugas sehingga tempat makannya didesain agak privat gitu.
terus apa kaitannya tempat makan sama konsumtif?
sesering-seringnya saya jajan cemilan, tapi saya sebenarnya jarang ke tempat makan semacam itu. sampai-sampai saya diledek sama ibu dan ade di rumah “ih ga gaul banget kamu, gatau tempat makan A” atau “ih ka masa gatau tempat makan B kan lagi hits banget di antara teman-teman ade”. saking banyaknya saya mah bingung. jadi kalau udah mentok akhirnya pilih nasi padang s**i b***o 😂atau yang emang udah pasti ajalah. tapi….. kalau yang saya amati, ada beberapa teman saya yang kadang, hampir tiap minggu nangkring di tempat makan semacam ini. bukan hal yang salah toh itu uang dia, hidup dia. tapi kebetulan teman saya yang ini memang berada, jadi ya gak masalah. kalau misalnya keuangannya gak ada tapi gengsinya tinggi? waduh. Seperti arti kedua dari kata konsumerisme, gaya hidup mewah sebagai tolak ukur kebahagian. masalahnya, kita tidak tau siapa yang memang beneran mampu atau hanya mengejar gengsi. itu hanya pribadi masing-masing dengan Tuhan yang tahu.
sebenarnya gak cuma itu, saya juga kalau lagi jalan jalan gak jelas, suka liat gerai kopi atau kedai makanan kekinian itu selalu penuh sama anak muda. entah itu pelajar, mahasiswa, pebisnis atau yang memang sedang ingin pesan saja. tapi ya itu, selalu penuh! padahal kalau dilIhat dari harga, tentu saja tidak murah. kembali dikaitkan dengan konsumtif, tempat semacam itu, bagi anak muda, khususnya anak gaul, aalah salah satu tempat yang dianggap sebagai tempat untuk menunjukkan kadar kebahagiaan seseorang. jadi kalau beli makanan di tempat semacam itu dianggap gaul atau semacamnya.
contoh lain: akhir-akhir ini banyak juga restoran atau toko pakaian/benda yang ada beneran di negara asalnya membuka cabang di Indonesia. hanya saja tidak banyak yang tahu kalau sebenarnya tempat makan tersebut hanyalah tempat makan yang murah atau merupakan pakaian/benda produksi massal di negara asalnya, tapi begitu masuk di Indonesia jadi terlihat seperti barang bermerk (dan jadi tampak barang mahal sekali).
simpulannya apa sih dari tulisan ngalor ngidul ini?
sifat konsumtif itu sebenarnya gak bagus buat diri sendiri karena bisa menyiksa fisik dan batin. dengan adanya anggapan bisa makan di kedai tertentu bisa meningkatkan derajat kegaulan, kadang ada aja yang berusaha menunjukkan kalau dirinya bisa membeli barang tersebut tapi sebenarnya dia gak mampu demi memuaskan hasrat diri sendiri atau demi diakui oleh lingkungan sekitarnya. Kalau memang sebenarnya kita masih belum mampu lebih baik jangan memaksakan diri buat melakukan hal hal tersebut, karena sebenarnya kita tahu apa yang sebenarnya paling kita butuhkan untuk diri ini. =)
tapi kalau sesekali boleh lah. kalo keseringan sih matek aja dompet. hahaha
———————-———————–———————–———————–
terus saking kesalnya karena mahalnya harga tidak sesuai dengan porsi yang diinginkan, saya kadang berujung eksperimen masak (gak semua berhasil sih tapinya). cuma ya bahannya juga ada yang mahal jadi ya… gitu. sedih juga.
———————-———————–———————–———————–
catatan:
1. aplikasi KBBI yang saya gunakan adalah aplikasi resmi dari Kementerian Pendidikan dan Budaya Indonesia. bisa diunduh di playstore.
2. tulisan ini merupakan pengembangan topik dari #1minggu1cerita
Good artikel….suka sekali dengan gaya tulisannya. Teruslah berkarya…😄😄😄
Hai! terima kasih sudah mampir di sini.
semoga tulisannya bermanfaat 😁