Setelah setahun lebih tidak pernah mengetik sesuai tema bulanan di 1 Minggu 1 cerita, akhirnya saya ada sedikit niatan buat menulis blog.
Kalau dibilang mau refleksi 2021, kayaknya udah agak telat soalnya sudah tahun 2022 juga. Tapi tidak ada salahnya untuk membahas ini. Sepertinya seru.

2021 bisa dibilang tahun yang, yah… saya tidak ambisius untuk menjalankan hidup. Apakah efek pandemi yang masih belum kunjung usai, entahlah. Tentu saja tidak begitu wah… jalan-jalan mevvah terakhir saya juga pas tahun 2019. Gaya hidup juga jelas berubah. Kayaknya hampir tiap hai di rumah itu sudah jadi kebiasaan dan sayasendiri sejujurnya belum siap untuk kembali bekerja dengan kondisi tatap muka penuh. (Mohon maaf, introvert luar biasa).
Apakah senang dengan metode kerja dari rumah? Saya prbadi senang. Kayak… apa ya…. Ya udah gitu bisa jadi diri sendiri apa adanya. Ga usah ribet pasang topeng penuh kepalsuan. Ada masa jenuh karena di rumah terus tapi saya senang aja. Hanya yang saya tidak suka adalah 1: screen time berlebih.
Sebelum pandemi, saya hanya melihat layar ketika ada sesuatu yang harus dikerjakan menggunakan media dan selebihnya tatap muka langsung, sehingga waktu buat menggunakan laptop menjadi sesuatu yang saya nantikan. Namun, sejak pandemi melanda, rasanya saya muak. Entah karena screentime berlebih, entah memang ternyata tanpa disadari jenuh dengan kemonotonan dan aktivitas yang itu-itu saja.
Lihat sosial media, bosan
Hiburan rutinan saya (baca komik), keseringan juga membuat saya jenuh.
Mau main jauh, memikiran biaya printilan yang menjadi ada karena pandemi malah makin mahal.
Pada akhirnya ya main dalam kota, itu pun kalau sempat dan melihat situasi. Kalau terlalu ramai saya juga masih paranoid sama kerumunan orang. Energi kayak langsung habis.
Bisa dibilang, ada yang menjadi berlebih, ada yang menjadi kurang, ada yang menjadi cukup.
Berlebihh: waktu melihat layar , terkadang jajan dengan aplikasi daring yang memang sangat beracuuun.. kemalasan yang hakiki 😦
Kurang: piknik, main, belajar buat mengembakan diri sesuai minat.
Cukup: menghabiskan waktu di rumah.
Meski begitu, saya jadi bisa sedikit mengurangi ekspektasi lah.
2021 menjadi momen yang seru, meski di tengah pandemi yang kasusnya fluktuatif, setidakny saya akhirnya bisa nonton di bioskop. Tentu saja, film Detektif Conan ke-24 yang sudah saya nantikan sejak tahun kemarin. Berkah karena pandemi, untuk pertamakalinya bisa menonton film Conan yang rilisnya bersamaan dengan waktu Jepang. kalau film barat jelas ya kadang rilisnya hampir bersamaan, tapi kalau film jeang, biasanya ada jeda minimal 3 bulanan.
Selain itu, akhirnya saya agak memberanikan diri buat main ke luuar koota. Selama pandemi ini saya hampir nggak pernah ke luar Bandung raya, baru pada saat akhir november-awal desember saja saya ke luar kota. Alasannya karena nikahan Disa. Untung juga diizinkan sama orang tuakarena emang anaknya dekat dengan saya maupun orang tua saya.Ta
Tapi tentu saja 2021 juga bukan tahun yang meninggalkan kenangan indah. Saya juga dapat kabar duka, senior di organisasi jaman kuliah dan salah satu teman seangkatan pas SMA meninggal. Meski agak jauh waktunya, tapi keduanya meninggal karena covid. Yang bikin sedih, saya sebenarnya masih ada janji sama si kakak senior. Terakhir komunikasi sama orangnya pun tahun 2019. Meski pas kuliah sering di-ijiri tapi aslinya baik banget dan enak buat ngobrol :””) sayanya aja yang agak sungkan karena ini lawan jenis. kalau teman SMA saya, asli, kaget banget dan menjadi titik kesadaran saya kalau lika-liku pernikahan dan kehidupan menjadi orang tua iitu bukanlah sesuatu yang mudah (dan menjadi salah satu kematian yang menurut saya patut untuk menjadi panutan? Diirikan? Teman SMA saya ini meninggal pada hari Jumat, pas habis melahirkan anak pertama (dan terakhir baginya)) . Mendengar pernyataan teman-teman yang lain terhadap dia pun membuat saya iri, banget. Semoga saya bisa meninggal dalam keadaan yang baik juga.
2021 juga menjadi momen saya merenungi perjalanan hidup sejauh ini… karena kesendirian ini juga (dan banyaknya kasus orang-orang baik meninggal di sekitar saya), saya jadi kayak berpikir ulang, apakah selama ini saya sudah benar memilih teman? Apakah saya sudah baik dalam hal hablum minallah dan hablum minannaas? Saya merasa hubungan saya dengan Allah ini lebih banyak surutnya, padahal sudah banyak peringatan yang berseliweran, baik dari orang lain langsung ataupun apa yang saya baca selintas. Saya hanya takut, kalau pintu hidayah saya sudah ditutup dan Allah sudah tidak peduli sama saya. Ada kalanya juga saya berpikir, apakah teman-teman saya di dunia ini nanti tidak akan menuntut saya pada saat hari pembalasan? Apakah saya tidak melukai perasaan mereka? Apakah saya bisa membuat mereka ikut masuk ke surga? Apakah saya nanti justru akan menuntut balik mereka semua? Apakah hutang-hutang saya sudah lunas (apalagi hutang sebenarnya tidak hanya berupa uang, tapi amanah dan janji juga). saya selalu merasa selama 3 tahun terakhir ini saya hampir tidak ada perubahan. Jujur saya takut. Takut Allah sudah tidak peduli dan tidak mau memberikan hidayah-Nya untuk saya.
Hal-hal yang membuat saya berpikir seperti ini adalah, melihat kegilaan dunia yang kok rasanya semakin aneh. Hal yang sebenarnya baik malah ditinggalkan dan hal yang seharusnya dijauhi malah didekati dan dianggap normal. Saya cuma takut, saya terbawa arus dan tidak bisa mempertahankan apa yang saya yakini benar. Banya orang yang berlebihan mengejar dunia. Ini membuat saya lelah. apakah ini karena saya terlalu melihat dunia? Mungkin.
Ada satu pernyataan yang sebenarnya membuat saya tertampar…
Kamu kejar dunia, dunia akan membuatmu gila. Kamu kejar ridho Allah, maka Allah akan memberikan apapun yang kamu mau.
Semoga 2022 bisa membuat saya bisa kembali mengejar ridho Allah. Aamiin.
Semoga 2022 ini juga bisa membuat saya kembali waras dan bisa semakin dekat dengan Allah. (Kalau mungkin lanjut studi danいい人と結婚する)(tapi agak serius).